Ratih

It was so easy being cynical. Apalagi kalo sudah berhadapan sama yang namanya pemerintahan. Negara, politik, hukum, keadilan, duh gak ada habisnya. Lebih gampang jadi sinis dari pada positif menghadapi urusan yang berkaitan dengan negara.

Macem-macem, mulai dari urusan hukum, urusan kesehatan sampe urusan olahraga, ujung-ujungnya sepak bola. Ah capek. Lebih gampang nutup mata daripada ikut ngurusin woro-woro berita, mending tutup kuping daripada dengerin berita yang isinya rusuh melulu. Jauh lebih gampang jadi orang sinis di Indonesia. Saya gak manas-manasin kok, tapi nyatanya begitu. Fakta. Apa sih yang gampang di Indonesia? Gak ada kan? Gampang kalo sudah berhadapan dengan uang, padahal, berapa banyak orang kaya sih di Indonesia, sebagian kecil doang. Tapi pengaruhnya besar. Kami yang duitnya pas-pasan, berkecukupan cuma bisa gigit jari. Apa-apa susah, mau makan susah, sakit susah, apalagi mau senang, susah. Duh, bener lah orang-orang bilang wong cilik dilarang sakit.

Jadi ya begitu, sekarang mau presidennya siapa, menterinya siapa gak urus. Wong sama saja kok, tetap susah. Tutup mata, yang penting perut kenyang hati tenang, urusan senang gak senang belakangan. Yang penting bisa hidup hari ini dan mikirin besok bisa makan pakai apa.

Lebih gampang kan jadi orang yang tidak pedulian? Sampai-sampai slogan Sea Games “AYO DUKUNG INDONESIA” berkumandang. Aneh ah. Menurut saya aneh. Kenapa? Seharusnya kan sudah otomatis Indonesia didukung di Sea Games. Memangnya ada orang yang gak dukung Indonesia di Sea Games? Nyatanya, banyak. Ya itu, orang-orang sinis, yang jumlahnya bertambah banyak. Kenapa bisa tambah banyak? Antara orang-orang itu ndablek atau kecewa. Kecewa akan banyak hal, seperti yang saya jabarin di atas tadi. Oh, bisa juga orang yang matanya sudah tertutup akan kata “Indonesia” tapi terbuka kalau dengar kata “Amerika”. Saya gak mempersalahkan dengan orang yang mengagumi Amerika, saya sendiri terkagum-kagum dengan negara adidaya itu, semua ada di Amerika, saya sendiri kalau dibayari mau saja ke Amerika. Masalahnya banyak orang yang lupa kalau mereka itu hidup di Indonesia, nafas di Indonesia, makan di Indonesia, masih bilang “kalo gak makan nasi gak kenyang” tapi begitu suruh dukung Indonesia langsung mencibir. Berani bilang ah, orang Indonesia gak ramah, gak pernah tanya kabar kalo ketemu. Helooh? You tinggal di gua mana?

Lebih gampang jadi orang pesimis di Indonesia, “Ah palingan itu koruptor bentar lagi bebas”, “Ah palingan itu rekayasa”, “Alaaaah, gak mungkin itu orang di penjara beneran, palingan selnya udah vip”. Masalahnya, semua kalimat di atas benar. Sudah terbukti kan koruptor bebas melenggang keluar masuk penjara, hukuman penjara hanya 5 tahun, namun dapat keringanan dan lain-lain jadinya baru 2,5 tahun sudah bebas dari hukuman penjara. Di penjara, tapi sel nya ber-AC, flat-screen TV dan tidur beralaskan spring bed. Saya senyum selebar-lebarnya. Ah biasa, pak mentri hukum dan HAM yang barusan di reshuffle itu cinta mati sama koruptor.

Itu urusan politik, sekarang pindah ke urusan olah raga, sepak bola. Mungkin Cuma di Indonesia yang urusan sepak bolanya diurusi oleh politisi. Bagaimana bisa Riedl yang berjaya memasukkan Indonesia ke final piala AFF dipecat karena dianggap tidak sukses melatih timnas? Lalu sekarang nasib Timnas senior bagaimana? Dari 4 empat pertandingan pra-kualifikasi piala dunia hasilnya? Menang.., menangis. Terlihat bagaimana mental pemain Indonesia jatuh sejatuhnya dibandingkan dengan saat dipegang Riedl dulu, namun masih saja pelatih yang sekarang tidak mau disalahkan karena kekalahan Timnas Indonesia. Duh.

Sekarang di Sea Games, Timnas U-23 dipegang oleh Rahmad Darmawan, sejauh ini hasilnya menggembirakan, semangat anak muda yang menggelora membuahkan Indonesia runner-up grup. Kalah 1-0 dari malaysia karena saat itu yang diturunkan pemain lapis kedua, demi lusanya Indonesia mengahadapi vietnam di semifinal. Hasilnya, Indonesia masuk final, lagi-lagi menghadapi Malaysia.

Tapi ya, berhubung jadi orang sinis di Indonesia lebih gampang, kalimat seperti “Yaah, biasalah lagi bagus aja mainnya”, “halah lagi beruntung aja itu”, “gara-gara di kandang aja mainnya jadi bagus” berkumandang dimana-mana. Tidak bisa dipungkiri bahwa main di kandang merupakan poin plus buat Indonesia, karena ketambahan satu pemain lagi, yaitu SUPORTER. Teriakan membahana dan aura positif dari suporter masuk ke telinga pemain Timnas dan mengendap di hati, membakar semangat menghasilkan energi yang luar biasa. Orang-orang pesimis, buang ke laut aja, pemain Timnas tidak butuh aura negatif dari kalian.

Lho, saya jadi labil, saya ini rakyat Indonesia yang sinis dan pesimis atau optimis sih?

Berhubung saya masih hidup di Indonesia, saya masih makan, mandi, nafas di Indonesia, saya bangga akan budaya Indonesia, saya bangga akan keramahan rakyat Indonesia, saya mencintai lagu Indonesia Raya, saya memutuskan jadi optimis. Sounds cheesy, tapi saya percaya Indonesia akan jadi lebih baik.

Regards.

0 Responses

Post a Comment